Tapsel.WahanaNews.co, Madina - Serikat Pers Republik Indonesia, atau SPRI, adalah sebuah organisasi pers yang didirikan pada tahun 1999, sebelum Dewan Pers dan Departemen Penerangan RI dibubarkan. Beberapa tokoh pendiri SPRI antara lain Lexy Rumengan, Andi Makbul (almarhum), Brigjen (Purn) TNI Soetjipto (almarhum), dan Johny Tumimomor (almarhum). Mereka mendirikan SPRI sebagai sebuah wadah perjuangan pers bersama sejumlah organisasi pers lainnya di Jakarta.
Pimpinan SPRI aktif dalam setiap aksi protes terhadap pembredelan sejumlah media massa di era Orde Baru. Setelah Orde Baru tumbang, para pendiri SPRI turut aktif bersama tokoh pers nasional dan para pimpinan organisasi pers dalam menyusun draft Undang-Undang Pers yang baru, sebelum disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ketua Umum Lexy Rumengan juga ikut membentuk Dewan Pers yang baru bersama sejumlah pimpinan organisasi pers, pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Bersama puluhan organisasi pers, SPRI resmi menjadi bagian dalam sejarah terbentuknya Dewan Pers yang independen di masa itu.
Baca Juga:
Berikut Sejarah Pilkada Serentak di Indonesia
Para pendiri SPRI kemudian mengesahkan akta pendirian organisasi melalui kantor Notaris Ferdinan Makahanap di Jakarta pada tanggal 01 Desember 1999. Pada tanggal 17 Januari 2000, berbagai perwakilan wartawan dari seluruh Indonesia bersama-sama dengan seluruh pengurus pusat DPP SPRI mendeklarasikan berdirinya Serikat Pers Republik Indonesia. Kemudian, organisasi SPRI mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negeri pada tanggal 21 Januari 2000. Ketua Umum SPRI saat itu, Hence Mandagi, yang mewakili Sulawesi Utara, turut menandatangani deklarasi SPRI di gedung Wira Purusa Jakarta Timur dan menjadi pelaku serta saksi sejarah berdirinya organisasi ini.
Organisasi SPRI secara resmi dinyatakan sebagai organisasi Terdaftar di Departemen Dalam Negeri melalui Surat Keterangan Terdaftar Nomor 16 Tahun 2000/DIV. tertanggal 28 Januari 2000 yang ditandatangani oleh Direktur Pembinaan Masyarakat atas nama Dirjen Sospol Depdagri, Prof. DR. Ermaya Suriadinata, MSi.
Pada tahun 2003, SPRI mengadakan Rapat Kerja Nasional yang dihadiri oleh 27 pengurus Dewan Pimpinan Daerah (Indonesia masih berjumlah 27 Provinsi termasuk Provinsi Timor-Timor). Ketika itu, Ketua Umum Lexy Rumengan mengundurkan diri karena harus pindah dan memilih berkarir di Amerika Serikat. Pucuk pimpinan berganti ke Wakil Ketua Umum Zeth A.M. selaku penjabat Ketua Umum.
Baca Juga:
RSCM Jakarta Catat Seejarah, Sukses Operasi Pasien Pakai Teknologi Robotik
Organisasi SPRI mengalami dinamika yang cukup kencang sejak tahun 2003, termasuk terjadinya dualisme kepemimpinan. Namun pada tahun 2005, melalui proses mediasi yang cukup panjang dengan bantuan Dirjen Kesbangpol Kemdagri, pengurus DPP SPRI kembali bersatu. Zeth A.M dan Ferdinand M bersepakat menyerahkan kepengurusan yang sah kepada Zeth A.M.
Pada tahun 2005, Musyawarah Nasional Pertama Serikat Pers Republik Indonesia digelar di Taman Mini Indonesia Indah dan dihadiri oleh seluruh pimpinan DPD SPRI se-Indonesia. Pelaksanaan mumas berlangsung cukup panas dan peserta mumas tidak berhasil mengambil keputusan sehingga terjadi deadlock. Pemilihan Ketua Umum DPP SPRI yang baru akhirnya ditunda pada pelaksanaan mumas lanjutan dengan waktu yang tidak ditentukan, sementara kepengurusan yang lama belum dinyatakan demisioner.
Roda organisasi akhirnya kembali berjalan normal pada tahun 2012 melalui pelaksanaan Musyawarah Nasional SPRI ke dua di Hotel Jayakarta, Jakarta pada tanggal 07 s/d 08 September 2012. Lewat proses yang sangat demokratis, Heintje G. Mandagi terpilih sebagai Ketua Umum DPP SPRI menyisihkan calon lainnya Albert Salatan. Kepengurusan DPP SPRI periode 2012 – 2017 hasil musyawarah nasional tahun 2012 berjalan dinamis hingga akhir periode.