Hendra menyebut kondisi tersebut bukan sekadar persoalan teknis, tetapi bentuk abainya negara terhadap kewajiban konstitusional untuk melindungi rakyat dan alam.
"Selama struktur kekuasaan tidak berubah, negara akan terus kehilangan keberanian menindak korporasi yang memperparah bencana," ujarnya.
Baca Juga:
Pemulihan Listrik Sumatera: ALPERKLINAS Apresiasi Gerak Cepat dan Kepedulian PLN Indonesia Power
Sebagai Koordinator Jaringan Advokasi Masyarakat Marjinal (JAMM), Hendra menggambarkan situasi berat warga pascabanjir: kehilangan rumah, pekerjaan, tanah, hingga akses air bersih.
"Rakyat menderita berkali-kali dan pada akhirnya juga kehilangan kepercayaan terhadap negara," tegasnya.
Desak Audit dan Penindakan Korporasi
Baca Juga:
PLN Indonesia Power UBP Labuhan Angin Tindak Cepat, Salurkan Bantuan Banjir ke Sibolga dan Tapanuli Tengah
SHI Sumatera Utara mendesak pemerintah melakukan audit lingkungan menyeluruh, menghentikan izin-izin yang melanggar tata ruang, serta menegakkan hukum tanpa kompromi terhadap perusahaan yang merusak lingkungan.
Menurut Hendra, masa depan keselamatan ekologis Sumatera sangat ditentukan oleh keberanian politik pemerintah.
"Jika negara terus abai, bencana akan terus berulang dan semakin mematikan. Pemerintah harus memilih: berpihak pada rakyat dan kelestarian lingkungan, atau tetap berada dalam bayang-bayang kepentingan oligarki industri ekstraktif dan perusahaan sawit," tutupnya.