Tidak hanya mengandalkan kolam budidaya, Tapsel juga memperkuat konsep lubuk larangan, sistem kearifan lokal yang mengatur kawasan sungai tertentu agar tidak boleh dieksploitasi hingga masa panen tiba.
Sistem ini bukan sekadar menjaga alam, tetapi terbukti mendongkrak ekonomi warga. Di Garonggang, Angkola Selatan, sekali panen lubuk larangan mampu menghasilkan Rp80-90 juta dari penjualan tiket.
Baca Juga:
6 Anak SD di Jaktim Bawa Ponsel Temuan ke Polisi: Diganjar Hadiah Oleh Kapolda
"Lubuk larangan memberi manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial. Masyarakat jadi lebih peduli menjaga hutan, air, dan juga mempererat kekerabatan," jelas Bupati.
Bahkan sejumlah desa telah membuat Peraturan Desa yang tegas, termasuk denda Rp1 juta untuk masyarakat yang melanggar, dan Rp5 juta bagi pengurus yang tidak patuh. Di beberapa tempat, hasil panen bahkan digunakan untuk membangun masjid.
Bupati menegaskan bahwa istilah "1.000 kolam" bukan target angka, melainkan jargon penggerak semqngat. Target utama adalah produksi ikan yang ditetapkan dalam RPJMD.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Raih Dua Penghargaan Bergengsi di Indonesia Technology Excellence Awards 2025
Tapsel menargetkan swasembada ikqn pada 2029. Dengan jumlah kolam aktif yang kini bahkan sudah melampaui 1.000 jika dihitung bersama kolam swadaya dan lubuk larangan, harapan itu semakin dekat.
Yang mengejutkan, program ini baru berjalan kurang dari enam bulan, namun telah menunjukkan perubahan nyata dan kini mendapat pengakuan nasional.
Selain fokus pada perikanan, Tapsel berpeluang mendapatkan dukungan dana pokok pikiran (Pokir) Provinsi Sumut senilai Ro2 miliar untuk mengembangkan budidaya aren atau nira, terutama di sekitar daerah aliran sungai.
Program ini memperkuat ekosistem kolam ikan sekaligus menjaga konservasi lingkungan.